Rabu, 17 Mei 2017

MAKALAH SEDERHANA “DISLEKSIA"

MAKALAH SEDERHANA
“DISLEKSIA”
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Dosen pengampu : Galih Kusumo S.Pd., M.Pd.

Disusun oleh :

Clara Endri Prasetiyani       (15113087) 


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016




DISLEKSIA
Disleksia berasal dari bahasa Yunani di mana 'dis-' yang berarti sulit, sedangkan 'lexicon' yang berarti kata. Dari asal katanya tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa disleksia adalah ganguan dari susunan saraf pusat sehingga menyebabkan penderita kesulitan saat mereka belajar membaca, menulis atau mengeja kata-kata.
Meskipun anak-anak penderita disleksia memiliki tingkat intelejensi di atas rata-rata, mereka sulit memahami pelajaran yang disampaikan secara visual maupun melalui suara. Otak anak pengidap disleksia tidak mampu menerjemahkan gambar atau suara yang dilihat oleh mata atau yang didengar oleh telinga. Mata penderita disleksia bisa melihat kata-kata yang tertulis dalam buku, namun otak tidak mampu menerjemahkan apa yang mereka lihat.
Disleksia bukanlah bagian dari penyakit mental. Oleh karena itu kepikunan, keterbelakangan mental dan kerusakan otak tidak dapat digolongkan sebagai gejala disleksia, Demikian juga gangguan penglihatan dan pendengaranDisleksia merupakan kelainan dengan dasar kelainan neurobiologis, dan ditandai dengan kesulitan  dalam mengenali kata dengan tepat / akurat, dalam pengejaan dan dalam kemampuan mengkode symbol. Beberapa ahli lain mendefinisikan disleksia sebagai suatu kondisi pemprosesan input/informasi yang berbeda (dari anak normal) yang seringkali ditandai dengan kesulitan dalam membaca, yang dapat mempengaruhi area kognisi seperti daya ingat, kecepatan pemprosesan input, kemampuan pengaturan waktu, aspek koordinasi dan pengendalian gerak. Dapat terjadi kesulitan visual dan fonologis, dan biasanya terdapat perbedaan kemampuan di berbagai aspek perkembangan.
Terdapat dua macam disleksia, yaitu developmental dyslexia dan acquired dyslexia. Developmental Dyslexia merupakan bawaan sejak lahir dan karena faktor genetis atau keturunan. Penyandang disleksia akan membawa kelainan ini seumur hidupnya atau tidak dapat disembuhkan. Tidak hanya mengalami kesulitan membaca, mereka juga mengalami hambatan mengeja, menulis, dan beberapa aspek bahasa yang lain. Meski demikian, anak-anak penyandang disleksia memiliki tingkat kecerdasan normal atau bahkan di atas rata-rata. Dengan penanganan khusus, hambatan yang mereka alami bisa diminimalkan. Dan acquired dyslexia didapat karena gangguan atau perubahan cara otak kiri membaca.
 Anak disleksia biasanya mengalami masalah masalah berikut:
1. Masalah fonologi
Yang dimaksud masalah fonologi adalah hubungan sistematik antara huruf dan bunyi. Misalnya mereka mengalami kesulitan membedakan ”paku” dengan ”palu”; atau mereka keliru memahami kata kata yang mempunyai bunyi hampir sama, misalnya ”lima puluh” dengan ”lima belas”. Kesulitan ini tidak disebabkan masalah pendengaran namun berkaitan dengan proses pengolahan input di dalam otak.
2. Masalah mengingat perkataan
Kebanyakan anak disleksia mempunyai level intelegensi normal atau di atas normal namun mereka mempunyai kesulitan mengingat perkataan. Mereka mungkin sulit menyebutkan nama teman-temannya dan memilih untuk memanggilnya dengan istilah “temanku di sekolah” atau “temanku yang laki-laki itu”. Mereka mungkin dapat menjelaskan suatu cerita namun tidak dapat mengingat jawaban untuk pertanyaan yang sederhana.
3. Masalah penyusunan yang sistematis / sekuensial
Anak disleksia mengalami kesulitan menyusun sesuatu secara berurutan misalnya susunan bulan dalam setahun, hari dalam seminggu atau susunan huruf dan angka. Mereka sering ”lupa” susunan aktivitas yang sudah direncanakan sebelumnya, misalnya lupa apakah setelah pulang sekolah langsung pulang ke rumah atau langsung pergi ke tempat latihan sepak bola. Padahal orang tua sudah mengingatkannya bahkan mungkin sudah pula ditulis dalam agenda kegiatannya. Mereka juga mengalami kesulitan yang berhubungan dengan perkiraan terhadap waktu. Misalnya mereka mengalami kesulitan memahami instruksi seperti ini: ”Waktu yang disediakan untuk ulangan adalah 45 menit. Sekarang jam 8 pagi. Maka 15 menit sebelum waktu berakhir, Ibu Guru akan mengetuk meja satu kali”. Kadang kala mereka pun ”bingung” dengan perhitungan uang yang sederhana, misalnya mereka tidak yakin apakah uangnya cukup untuk membeli sepotong kue atau tidak.

4. Masalah ingatan jangka pendek
Anak disleksia mengalami kesulitan memahami instruksi yang panjang dalam satu waktu yang pendek. Misalnya ibu menyuruh anak untuk “Simpan tas di kamarmu di lantai atas, ganti pakaian, cuci kaki dan tangan, lalu turun ke bawah lagi untuk makan siang bersama ibu, tapi jangan lupa bawa serta buku PR matematikanya ya”, maka kemungkinan besar anak disleksia tidak melakukan seluruh instruksi tersebut dengan sempurna karena tidak mampu mengingat seluruh perkataan ibunya.
5. Masalah pemahaman sintaks
Anak disleksia sering mengalami kebingungan dalam memahami tata bahasa, terutama jika dalam waktu yang bersamaan mereka menggunakan dua atau lebih bahasa yang mempunyai tata bahasa yang berbeda. Anak disleksia mengalami masalah dengan bahasa keduanya apabila pengaturan tata bahasanya berbeda daripada bahasa pertama. Misalnya dalam bahasa Indonesia dikenal susunan Diterangkan–Menerangkan (contoh: tas merah), namun dalam bahasa Inggris dikenal susunan Menerangkan-Diterangkan (contoh: red bag).
Contoh kasus orang yang mengalami disleksia:
Leonardo da Vinci, sang pencipta Mona Lisa dan pelukis The Last Supper. Da Vinci seringkali menuliskan ide-ide penemuannya dengan tulisan tangan. Seringkali Da Vinci menulis kalimat secara terbalik sehingga hanya bisa dibaca lewat cermin.
Albert Einstein Einstein diketahui menderita disleksia ketika dia sering gagal mengingat hal-hal sederhana. Einstein tak bisa mengingat jumlah bulan dalam setahun, namun dia bisa berhasil menyelesaikan formula matematika tersulit. Einstein juga diketahui tak bisa menalikan tali sepatunya dengan benar, namun kejeniusannya terbukti membuatnya bisa sukses dan melegenda hingga saat ini.
Agatha Christie juga diketahui menderita disleksia. Namun hal ini tak menghentikannya untuk menjadi orang yang kreatif. Agatha pun tak lelah belajar untuk menulis dan membuat novel-novel misterinya yang hebat dan selalu bisa menyergap pembacanya. Hingga saat ini novel-novelnya telah menginspirasi banyak novelis serta pembuat film.
Cara memperbaiki anak yang mengalami disleksia yaitu dengan cara
1.      menggunakan media belajar berupa gambar untuk membantu memudahkan dalam mengenalkan huruf, membedakan huruf hingga akhirnya anak disleksia mampu membaca dan menulis dengan lancar.
2.      Meningkatkan motivasi belajar pada anak, meningkatkan motivasi belajar bisa lakukan dengan membacakan sebuah cerita atau dongeng, kemudian memberitahukan segala manfaat dan keuntungan yang bisa diperoleh dengan membaca dan menulis.
3.      Meningkatkan rasa percaya diri pada anak disleksia juga merupakan salah satu cara mengatasi kesulitan belajar pada anak disleksia.
4.      Selalu mendampingi anak dalam belajar, dengan selalu melakukan pendampingan dalam belajar, anak akan lebih mengingat apa yang dipelajarinya. Selain itu pendampingan belajar secara rutin juga dapat meningkatkan rasa percaya diri dan meningkatkan motivasi anak untuk selalu belajar.










DAFTAR PUSTAKA


MAKALAH “LITERASI ANAK KELAS 2 DI SD N CATUR TUNGGAL 6”

MAKALAH
“LITERASI ANAK KELAS 2 DI SD N CATUR TUNGGAL 6
Disusun untuk memenuhi tugas USIP II mata kuliah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Dosen pengampu : Galih Kusumo S.Pd., M.Pd.

Disusun oleh :

1.      Fransiska Elfrida Rianti                   151134059
2.      Clara Endri Prasetiyani                   151134087
3.      Emanuel Dian Pratama                    151134135
4.      Johan Dwi Kurniawan                     151134184
5.      Maria Magdalena Dwi Ratnawati   151134260

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
PENDAHULUAN
                               I.            Latar Belakang
Literasi adalah proses membaca, menulis, berbicara, mendengarkan, melihat dan berpendapat (Kuder & Hasit, 2002). Namun secara umum definisi literasi adalah kemampuan membaca dan menulis serta menggunakan bahasa lisan.
Kemampuan literasi pada pembelajaran sangatlah penting bagi siswa. Mullis (dalam Hayat & Yusuf, 2010) mengungkapkan bahwa anak-anak yang memperlihatkan kemampuan membaca yang baik akan menunjukkan sikap yang lebih positif dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki masalah dalam kegiatan membacanya. Dengan demikian bisa dilihat bahwa kemampuan membaca dan menulis sangatlah penting untuk diajarkan kepada anak usia dini atau usia sd agar pemahaman anak dapat meningkat.
Pembelajaran membaca dan menulis dapat dilakuakan pada kelas 1 dan 2 agar pada saat anak masuk pada tingkat yang lebih tinggi anak tersebut tidak akan mengalami kesulitan dalam pemahaman materi pembelajaran. Deded Koswara(2013: 19) memaparkan bahwa “kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai sejumlah pengetahuan atau bidang studi yang harus dipelajari anak di sekolah”. Kesulitan membaca pada kelas awal akan berdampak pada kesulitan belajar selanjutnya. Oleh karena itu kegiatan membaca dan menulis di Indonesia harus di dukung agar kualitasnya semakin meningkat.
Data statistic UNESCO pada tahun 2016 menyebutkan indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya dari 1000 penduduk hanya satu warga yang tertarik untuk membaca dan menurut indeks pembangunan pendidikan UNESCO ini, Indonesia berada di nomor 69 dari 127 negara. PISA juga menempatkan Indonesia di nomor 57 dari 65 negara yang diteliti dalam kemampuan membaca (rublika.co,.id). Dengan demikian dapat diketahui bahwa minat baca di Indonesia masih sangat rendah. Masalah tersebut sangatlah penting dan harus segera diperbaiki karena sudah sangat memprihatikan.

                            II.            Rumusan Masalah
1.      Apa saja permasalahan literasi yang terjadi di SD N Catur Tunggal 6?
2.      Apa peyebab dari permasalahan tersebut?
3.      Apa solusi dari permaslahan tersebut?

                         III.            Tujuan
1.      Mengetahui permasalahan literasi siswa SD kelas 2 SD N Catur Tunggal 6
2.      Mengetahui peyebab permasalahan literasi siswa SD kelas 2 SD N Catur Tunggal 6
3.      Mengetahui solusi dari permasalahan literasi siswa SD kelas 2 SD N Catur Tunggal 6





















PEMBAHASAN
            Siswa kelas 2 di SD N Catur Tunggal 6 masih mengalami kesulitan dalam membaca dan menulis. Ibu Wulan sebagai wali kelas 2 menyatakan bahwa, di kelas 2 masih ditemukan beberapa anak yang belum bisa membaca dan belum lancar. Di kelas 2 dalam menulis tidak ada yang mengalami kesulitan, hanya pada penulisaannya masih belum rapi, masih ada yang tulisannya naik turun, miring dan penulisan huruf besar kecil.
“Kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai sejumlah pengetahuan atau bidang studi yang harus dipelajari anak di sekolah” (Deded Koswara 2013:19). Jika masalah ini tidak segera diatasi akan berdampak negative kepada anak. Anak akan mengalami kesulitan dalam bidang studi yang harus dipelajari berikutnya. Oleh karena itu, siswa SD N Catur Tunggal 6 yang belum lacar atau belum bisa membaca diberikan pendampingan khusus bagi anak tersebut agar ia tidak tertinggal dalam menguasai pengetahuan yang lainnya.
Menurut Ibu Wulan factor yang menyebabkan anak masih mengalami kesulitan dalam membaca yaitu ditemukan pada anak yang pindahan dari kota lain, mungkin cara mengajar sekolah yang dulu tidak terlalu mempermaslahkan dalam kemampuan membaca dan pendampingan orang tua kurang. 
Faktor penyebab kesulitan membaca pada anak juga di kemukakan oleh Martini Jamaris, (2013: 137-139) yang menyatakan bahwa faktor penyebab kesulitan membaca disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :
a.       Faktor fisik
Faktor fisik meliputi beberapa hal yaitu kesulitan visual atau penglihatan kesulitan anditory persepsion atau ketajaman pendengaran, dan masalah neurologis.
b.      Faktor Psikologis
Faktor ini meliputi kesulitan dalam mengendalikan emosi, intelegensi atau IQ yang kurang dan kosep diri.
c.       Faktor sosio-ekonomi
Faktor dari keadaan rumah yang kurang kondusif untuk belajar yang menyebabkan anak-anak yang berasal dari keluarga kurang mampu mengalami hasil belajar di bawah potensi yang dimilikinya.
d.      Faktor penyelenggara pendidikan yang kurang tepat
Harapan guru yang terlalu tinggi tidak sesuai dengan kemampuan siswa dan pengelolaaan kelas yang kurang efektif.

Berdasarkan permasalahan kesulitan membaca yang dialami SD N Catur Tunggal 6 dan factor penyebabnya, berikut ini cara untuk mengatasinya:
1.      Penggunaan metode yang sesuai dengan perkembangan anak untuk pembelajaran membaca.
“Guru harus mempergunakan banyak metode pada wkatu mengajar, variasi metode mengakibatkan penyajiannya lebih menarikperhatian siswa, mudah diterima siswa dan kelas menjadi hidup” Slameto (2010:99).
2.         Peran orang tua. “Jika orang tua dan guru saling melengkapi dalam pembinaan anak dan di harapkan ada saling pengertian dan kerjasama yang kuat anatr keduannyadalam usaha memcapai tujuan bersama yakni kesejahteraan jiwa anak dalam mengatasi kesulitan belajarnya” Utami Munandar (2010:59).
3.         Pengajaran remedial. Istilah pengajaran remidial pada membaca menuju pada kegitan remidiasi. Membaca yang terjadi atau dilakukan di luar kelas reguler Dechant, 2006 : 54 (dalam M.Shodiq), Pengajaran remidial membaca berisikan berbagai kegiatan remidial yang diperuntukan bagi siswa yang mengalami kesulitan membaca permulaan yang secara umum pelaksanaanya diluar jam pelajaran. Dan dilaksanakan oleh guru kelas sesuai dengan kesulitan aspek membaca. Tujuannya untuk memberikan kecakapan bentuk dan bunyi huruf serta mengubah rangkaian huruf menjadi rangkaian bunyi yang bermakna.




KESIMPULAN
Pembelajaran literasi sangatlah penting bagi siswa  karena kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai sejumlah pengetahuan atau bidang studi yang harus dipelajari anak di sekolah. Hasil wawancara dengan Ibu Wulan guru wali kelas 2 SD N Catur Tunggal 6 masih ditemukan beberapa siswa yang kesulitan. Hanya saja factor penyebabnya dikarenakan anak tersebut pindahan dari sekolah lain yang mungkin sekolah  yang dulu tidak terlalu mempermasalahkan kemampuan anak untuk membaca dan peran orang tua yang tidak memperhatikan perkembangannnya. Oleh sebab itu guru harus berperan aktif dalam pembelajaran dan perkembangan peserta didiknya agar anak tidak mengalami kesulitan dalam pembelajarannnya.
SARAN
1.      Guru lebih mengembangkan kreatifitas dan menggunakan media yang menarik maupun menyenagkan agar siwa lebih bersemangat untuk meningkatkan kemampuan membacadan menulis.
2.      Guru harus bisa mengetahui dan mengidentifikasi berbagai kesulitan yang dihadapi oleh sisiwa dalam hal kemampuan membaca dan menulis.
3.      Orang tua hendaknya tidak bergantung pada guru yang sudah mengajari membaca dan menulis di sekolah akan tetapi orang tua harus bisa meluangkan waktunya sebentar untuk mendampingi anak dalam pembelajarannnya agar anak memliki motivasi untuk belajar.






DAFTAR PUSTAKA
Fenawary, Eris. 2010.Upaya guru mengatasi kesulitan membaca permulaan siswa kelas 1 SDN 2 Suwawa Kabupaten Bone Bolango.8,192.
Ulfa, Utami.2014. Bimbingan belajar untuk sisiwa berkesulitan belajar membaca di SD N Gembongan Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulon Progo.Universitas Negri Yogyakarta. 


“ARTIKEL OBSERVASI PERKEMBANGAN ANAK ”

MAKALAH
ARTIKEL  OBSERVASI PERKEMBANGAN ANAK
Disusun untuk memenuhi tugas USIP II mata kuliah Perkembangan dan Belajar Peserta Didik 2
Dosen pengampu: Laurentia Aptik, S.psi.


Disusun oleh :

1.      Fransiska Elfrida Rianti                   151134059
2.      Clara Endri Prasetiyani                   151134087
3.      Emanuel Dian Pratama                    151134135
4.      Johan Dwi Kurniawan                     151134184
5.      Maria Magdalena Dwi Ratnawati   151134260

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016

       I.            PENDAHULUAN
Menurut Kartono (dalam Basuki, 2006) observasi adalah studi yang disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala-gejala psikis dengan jalan pengamatan dan pencatatan.  Banister (dalam Poerwandari, 2001) menyatakan bahwa observasi menjadi metode paling dasar dan paling tua dari ilmu-ilmu sosial, karena dalam cara-cara tertentu kita selalu terlibat dalam proses mengamati.
Menurut Narbuko dan Achmadi (2003), dalam penelitian jenis teknik observasi yang lazim digunakan untuk alat pengumpul data ialah :
1.      Observasi Partisipan
 Apabila orang yang melakukan observasi (observer) turut ambil bagian atau berada dalam keadaan objek yang di observasi (observees).
2.      Observasi Non Partisipan
Apabila observer tidak ikut berpartisipasi dalam kegiatan.
3.      Observasi Sistematis
Observasi sistematik sering disebut juga observasi berkerangka atau observasi berstruktur. Ciri pokok observasi sistematik adalah adanya kerangka yang memuat faktor-faktor yang telah diatur kategorinya.
4.      Observasi Eksperimental
Observasi yang dilakukan dimana ada observer mengadakan pengendalian unsur-unsur penting dalam situasi sedemikian rupa sehingga situasi itu dapat diatur sesuai dengan tujuan penelitian dan dapat dikendalikan untuk menghindari atau mengurangi timbulnya faktor-faktor yang secara tidak diharapkan mempengaruhi situasi penelitian.
Menurut Moleong (1990) observasi berdasarkan pengamatan dibedakan atas :
1.      Observasi Berstruktur.
Observasi berstruktur yaitu observasi dimana pengamat dalam melaksanakan observasinya menggunakan pedoman pengamatan.
2.      Observasi tidak berstruktur.
Observasi tidak berstruktur yaitu observasi dimana pengamat dalam melaksanakan observasinya dan melakukan pengamatan secara bebas.
            Pada observasi kali ini berdasarkan pengamatan observasi berstruktur yaitu observasi dimana pengamat menggunakan pedoman pengamatan.
            Tujuan observasi yaitu mendeskripsikan kejadian orang kegiatan dan maknanya bagi mereka, (bukan bagi obsever) dan memperoleh data ilmiah yang akan digunakan untuk penelitian maupun untuk tujuan assessment.
            Manfaat observasi adalah  Mendapatkan pemahaman lebih baik tentang konteks yang diteliti atau yang terjadi. Peneliti lebih bersikap terbuka, berorientasi pada penemuan daripada pembuktian, mendekati masalah secara induktif. Peneliti dapat melihat hal- hal yang  oleh partisipan kurang disadari atau partisipan kurang mampu merefleksikan pemikiran tentang pengalaman itu. Memperoleh data tentang hal hal yang  tidak diungkapkan secara terbuka dengan wawancara. Mengatasi persepsi selektif yang biasanya dimunculkan individu pada saat wawancara. Memungkinkan peneliti merefleksi dan  bersikap introspektif terhadap penelitian yang dilakukan. Impresi dan perasaan pengamat menjadi bagian untuk memahami fenomena.
II.      ISI











III.         PENUTUP
Kesimpulan
        Hasil dari observasi tersebut menyatakan bahawa tahap perkembanagn kognitif menurut Vygotsky dalam teori Scaffoding,sebagian anak sudah mampu mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia mampu mengerjakan sendiri. Mereka mampu menjelaskan kepada temannya yang belum bisa mengerjakan soal. Namun masih ada yang perlu adanya pendampingan bagi anak yang belum bisa memahami atau mengerjakan sendiri. Penggunaan teori Zona Perkembangan Proksimal membuat anak dapat benteraksi dengan teman sebayanya dan pembelajaran dengan teman sebaya dapat meningkatkan hasil pembelajaran, mereka dapat bertukar pikiran. Kepeduli anak juga akan meningkat ia akan mengajari temannnya yang belum bisa. Pembelajaran dengan kelompok juga akan lebih efktif jika penggelolaan penyususnan kelompok merata. Perkembangan bahasa anak sudah sesuai dengan tahap perkembangan bahasa menurut Chomsky. Sebagian besar anak mampu  berbahasa lisan dengan struktur kalimat yang baik dan benar, anak juga sudah mampu menyeritakan suatu ke jadian yang urut, dan pemerolehan bahasa sudah sesuai tahapan usiannnya.


















DAFTAR PUSTAKA

http://repository.usu.ac.i d/bitstream/123456789/29458/4/Chapter%20II.pdf



MAKALAH SEDERHANA “DISLEKSIA"

MAKALAH SEDERHANA “DISLEKSIA” Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Dosen pengam...