Rabu, 17 Mei 2017

Makalah Mata Kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus TUNA NETRA

Makalah
Mata Kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (PDW 2420)

TUNA NETRA


Oleh:
Melsaria Permatasari            (151134052)
Clara Endri Prasetiyani       (151134087)
Johanes Dwi Kurniawan      (151134184)
Ayuditya Widya Cahyani     (151134217)


Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
2017






BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Mata sebagai salah satu komponen dalam panca indra manusia mempunyai fungsi yang sangat penting. Sebab setiap manusia beraktivitas selalu menggunakan indra penglihatannya. Melalui indra penglihatan manusia mampu melakukan pengamatan terhadap lingkungan. Melalui indra ini pula sebagian besar informasi akan diterima untuk selanjutnya diteruskan ke otak sehingga timbul kesan/ persepsi dan pengertian terhadap rangsang tersebut. Dengan terganggunya indra penglihatan manusia akan kehilangan fungsi kemapanan visualnya untuk merekam peristiwa di lingkungannya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Siapakah penemu huruf Braile?
2.      Apa pengertian tunanetra?
3.      Bagaimana cara mengidentifikasi anak tunanetra?
4.      Apa faktor penyebab tunanetra?
5.      Apa ciri-ciri tunanetra?
6.      Apa tipe-tipe tunanetra?
7.      Bagaimana cara pendampingan anak tunanetra?
8.      Permainan apa yang dapat diberikan kepada tunanetra?









BAB II
PEMBAHASAN

1.      Penemu huruf Braile
     Louis Braille dilahirkan pada 4 Januari 1809 di Coupvray, sebuah kota kecil di dekat Paris, Prancis. Beliau orang yang pertama kali memperkenalkan kode atau huruf braille yang digunakan untuk para tunaneta agar dapat membaca.
2.      Pengertian Anak Tunanetra
Dalam bidang pendidikan anak luar biasa, anak dengan gangguan penglihatan lebih akrab disebut anak tunanetra. Pengertian anak tunanetra tidak saja mereka yang buta, tetapi mencakup juga mereka yang mampu melihat tetapi terbatas sekali dan kurang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup sehari-hari terutama dalam belajar.
Jadi, anak-anak dengan kondisi penglihatan yang termasuk “setengah melihat”, “low vision”, atau rabun adalah bagian dari kelompok anak tunanetra. Dari uraian di atas, pengertian anak tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang awas.

3.      Cara Mengidentifikasi Anak Tunanetra

Anak-anak dengan ganguan penglihatan ini dapat dapat diketahui dalam kondisi berikut:
·         Ketajaman penglihatannya kurang dari ketajaman yang dimiliki orang dewasa.
·         Terjadi kekeruhan pada lensa mata atau terdapat cairan tertentu.
·         Posisi mata sulit dikendalikan oleh syaraf otak.
·         Terjadi kerusakan suasunan syaraf otak yang berhubungan dengan penglihatan.
Dari kondisi-kondisi di atas, pada umumnya yang digunakan sebagai patokan apakah seseorang anak termasuk tunanetra atau tidak ialah berdasarkan pada tingkat ketajaman penglihatannya. Untuk mengetahui ketunanetraan dapat digunakan suatu tes yang dikenal sebagai tes Snellen Card. Perlu ditegaskan bahwa anak dikatakan tunanetra bila ketajaman penglihatannya kurang dari 6/21. Artinya, berdasarkan tes, anak hanya mampu membaca huruf pada jarak 6 meter yang oleh awas dapat dibaca pada jarak 21 meter.

4.      Apa ciri-ciri tunanetra?
a.       Ciri – ciri fisik pada pengidap tuna netra
1.      Mata nampak tidak sejajar
2.      Lingkaran mata merah, kelopak mata bengkak, mata mengeras
3.      Terjadi radang atau mata berair
4.      Mata sering merah, membengkak, dan sakit

b.      Ciri – ciri sosial pada anak pengidap tuna netra
1.      Kesulitan membaca atau kesulitan lainnya yang melibatkan banyak fungsi mata
2.      Mengedip lebih sering dibanding biasanya
3.      Memegang buku sangat dekat dengan mata
4.      Tidak mampu melihat benda pada jarak yang jauh
5.      Tidak mampu melihat jelas
6.      Mengalami sakit kepala dan mual saat menggunakan fungsi mata
7.      Penglihatan kabur atau ganda

5. Tipe-Tipe Tunanetra
Tipe tunanetra dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu ;
1. Buta
Dikatakan buta jika anak sama sekali tidak mampu menerima rangsang cahaya dari luar (visusnya= 0).
2. Low Vision
Bila anak masih mampu menerima rangsang cahaya dari luar, tetapi ketajaman lebih dari 6/21, atau  anak hanya mampu membaca headline pada surat kabar.

6. Faktor-Faktor Penyebab Ketunanetraan
     Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sekarang ini sudah jarang atau bahkan tidak lagi ditemukan anggapan bahwa ketunanetraan itu disebabkan oleh kutukan Tuhan atau Dewa.
     Secara ilmiah ketunanetraan anak dapat disebabkan oleh berbagai faktor, apakah itu faktor dalam diri anak (internal) ataupun faktor dari luar anak (eksternal). Hal-hal yang termasuk faktor internal yaitu faktor-faktor yang erat hubungannya dengan keadaan bayi selama masih dalam kandungan. Kemungkinannya karena faktor gen (sifat pembawa keturunan), kondisi psikis ibu, kekurangan gizi, keracunan obat, dan sebagainya. Sedangkan hal-hal yang termasuk faktor eksternal diantaranya faktor-faktor yang terjadi pada saat atau sesudah bayi dilahirkan. Misalnya: kecelakaan, terkena penyakit siphilis yang mengenai matanya saat dilahirkan, pengaruh alat bantu medis (tang) saat melahirkan sehingga sistem persyarafannya rusak, kurang gizi atau vitamin, terkena racun, virus trachoma, panas badan yang terlalu tinggi, serta peradangan mata karena penyakit, bakteri, ataupun virus.

7. Pendampingan Anak Tunanetra
Pendekatan baru untuk mengajar anak dengan hambatan penglihatan yakni pemberian latihan-latihan yang lebih banyak terhadap kemampuan. Misalnya menggunakan tongkat putih (white cane) dikenal dengan sebutan hoover cane agar dapat melakukan bepergian secara aman, mandiri, dan efektif. Kegiatan latihan ini dikenal dengan orientasi mobilitas atau mobility training. Orientasi (orientation) diartikan sebagai kemampuan mengetahui posisi diri berkaitan dengan objek-objek lain yang berada dalam suatu ruangan tertentu. Sedangkan mobilitas (mobility) diartikan sebagai kemampuan untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain, objek ,atau lingkungan tertentu secara aman, mandiri, dan efektif. (Ashman & Elkins, 1994).
Menurut Lowenfeld (dalam Sugiamin1975) ada 3 prinsip dalam proses yang harus diperhatikan pendidikan bagi anak berkelainan indra penglihatan, yaitu;
1. Pengalaman konkrit
Siswa dapat mengenali obyek melalui benda yang dapat disentuh sehingga dapat mengetahui kualitas bentuk, ukuran, dan orientasi yang tidak dapat dipahami.
2. Kesamaan pengalaman
Agar mendapatkan pandangan yang menyeluruh siswa berkelainan penglihatan perlu diberi pengalaman yang sistematis melalui indra orang lain.
3. Belajar dengan bertindak
Siswa harus dijalin supaya aktif terlibat dalam proses pembelajaran.
     Adapun beberapa kebutuhan yang diperlukan dalam proses pembelajaran para tunanetra antara lain:
a. Bacaan dan tulisan Braille.
Huruf Braille adalah suatu sistem yang menggunakan kode berupa titik-titik yang ditonjolkan untuk menunjukkan huruf, angka, dan simbol-simbol lainnya.
b. Keyboarding.
Kemampuan menggunakan keyboard merupakan cara agar tunanetra dapat berkomunikasi dalam bentuk tulisan dengan orang lain.
c. Alat bantu menghitung.
Sempoa dan kalkulator menjadi alat bantu yang penting bagi orang-orang tunanetra.
d. Optacon.
Mesin ini bisa membuat penyandang tunanetra mengakses materi-materi yang dulu tidak mungkin diperoleh, kendalanya adalah harganya yang mahal.
e. Mesin baca Kurzweil.
Mesin ini dapat membaca buku yang tercetak hasil huruf-hurufnya dikeluarkan dalam bentuk suara.
f. Buku bersuara talking book telah menjadi alat pendidikan standar bagi penyandang tunanetra.
g. Teknologi computer.
Kemajuan dalam teknologi computer memberikan dampak positif dalam pendidikan anak yang mengalami hambatan penglihatan.
7. Permainan Untuk Anak Tunanetra
Blok Lego yang memiliki alfabet Braille dapat membantu anak-anak tunanetra belajar membaca. Lego Braille ini berfungsi sebagai salah satu sarana pembelajaran bagi anak-anak tunanetra untuk membantu mereka mengintegrasikan lebih baik dengan visual, dan memperbanyak  fasilitas pendukung pembelajaran untuk mereka.











BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan

Tunanetra tidak saja mereka yang buta, tetapi mencakup juga mereka yang mampu melihat tetapi terbatas sekali dan kurang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup sehari-hari terutama dalam belajar.






Daftar Pustaka:
Sumber
Sutjihati Somantri, 2006, Psikologi Anak Luar Biasa, Bandung, PT. Refika Aditama.

Web:





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH SEDERHANA “DISLEKSIA"

MAKALAH SEDERHANA “DISLEKSIA” Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Dosen pengam...